you're almost there 
watercolor on Canson paper

Saya mulai belajar typography kira-kira bulan Desember 2015 kemarin. Awal mula belajar karena melihat timeline Instagram yang dipenuhi dengan tulisan-tulisan yang dibuat indah melalui ilmu typography. Sebenarnya, typography bukan hal yang asing lagi bagi saya, hanya beberapa bulan ini teknik menulis dengan watercolor memang sedang happening. Biasa disebut handlettering atau brushlettering bagi yang menggunakan kuas. 

Teknik brushlettering ini memang lumayan menantang, apalagi bagi saya yang terbiasa melukis abstrak dan gambar hewan dengan penggunaan cat air yang serampangan. Brushlettering mengharuskan si artist mampu mengontrol kadar cat air yang dia gunakan. Agak sulit awalnya karena saya belajar otodidak. Biasanya melalui video yang diunggah di Instagram. Durasi video di Instagram yang cukup singkat membuat proses belajar saya menjadi sedikit lambat, ditambah lagi kesibukan sebagai pekerja pemerintah membuat waktu latihan menjadi berkurang.



Salah satu hasil percobaan awal. Tulisan masih tidak stabil karena terlalu banyak air dan saya masih belum mengerti bagaimana cara membuat tebal tipisnya tulisan. Hal ini tentu berhubungan banyak dengan teknik menggunakan kuas yang masih salah. By the way, ini latihannya di kantor. Saya curi-curi waktu di sela istirahat kantor berhubung kalau sudah sampai rumah bawaannya pasti ngantuk. Kertasnya ditempel di meja kantor dengan masking tape.

Lambat laun, dengan latihan yang semakin rutin (saya usahakan setiap hari membuat satu kalimat melalui challenge harian dengan hashtag yang bervariasi di Instagram, contohnya #togetherweletter, #handletteringABCs, #30daysofbiblelettering), progressnya pun semakin kelihatan. Walau tulisannya masih belum rapi karena kadar air pada cat yang belum terkontrol dengan baik, namun tebal tipisnya per huruf sudah tepat sasaran. Selain itu, melalui latihan yang rutin juga, saya jadi banyak berinovasi dengan model huruf dan desain tata letak per kata. Di post selanjutnya, saya akan mengunggah hasil terbaru brushlettering saya. :)




Bersukacitalah dalam pengharapan!
Berpuluh-puluh kali mungkin saya sudah jatuh dalam pengharapan yang terlalu tinggi.
 Berharap pada manusia memang beresiko tinggi. 
Kamu berharap yang terbaik dari orang lain, hanya karena kamu sudah berbuat yang terbaik juga. 
Kamu berharap impianmu tercapai semua, hanya karena kamu sudah bekerja keras. 
Kamu berharap terlalu tinggi hanya untuk dihempaskan terlalu dalam.
Mau bagaimana lagi, dunia memang bagaikan singa yang mengaum. 
Kamu tak bisa berharap dia tak akan menerkammu kan hanya karena kau tidak menerkamnya. 
Ah, analogi yang bodoh.

Sabarlah dalam kesesakan!
Berpuluh-puluh kali jatuh, lama-lama saya hilang kesabaran juga. 
Kadang memilih untuk tak berharap apa-apa lagi saja. 
Kamu kira gampang, bangkit dari keterpurukan. 
Kamu kira gampang, mengampuni orang-orang yang menyakitimu. 
Bagaimana caranya mau bersabar kalau orang-orang tak mau bertoleransi dengan keadaanmu? 
Toh, sabar juga ada batasnya.

Bertekunlah dalam doa!
Ah, ini lagi. Satu dua kali terpuruk sih, saya masih bisa menolerir. 
Orang bilang juga gagal kan kunci kesuksesan. 
Masalahnya, kadang sudah jatuh tertimpa tangga pula. 
Sudah berdoa? Jelas. Berkali-kali? Jelas. Masalah selesai? Belum tentu. 
Kadang saya lelah memohon. 
Memohon suatu yang tak pasti. 
Memohon jawaban atas pertanyaan hidup yang sering kali tak dimengerti. 
Menyerah? Hampir.



Ayat ini adalah salah satu ayat favorit saya di Alkitab. Di masa-masa sulit kalimat "bertekunlah dalam doa" betul-betul menguatkan saya. Ayat ini menyakinkan saya bahwa sesulit apapun keadaan, doa adalah satu-satunya cara saya bercerita dengan Tuhan. Toh, Dia pasti mendengarkan. Entah jawabannya menyenangkan atau tidak, tapi pasti doa saya dijawab. Kalimat "bersabarlah dalam kesesakan" membuat saya sadar bahwa sabar memang tak ada batasnya. Kalau ada batasnya, namanya bukan sabar. Masa sulit bisa saja terjadi hanya sehari, seminggu atau bahkan sampai berbulan-bulan. Kunci menjalaninya : sabar. Udah itu aja. Dan, pada akhirnya kalimat "bersukacitalah dalam pengharapan"-lah yang mampu membuat saya bangkit dari keterpurukan. Kalimat ini meyakinkan saya bahwa masih ada harapan. Sedalam apapun saya jatuh, selama apapun masa sulit itu menimpa, selalu masih ada harapan. 
Saya tak perlu menyerah.


RIDE OR DIE
Watercolour on Canson Paper
2016

 
HELLO!!
Acrylic on Canvas 
2015

 
 DO NOT FEAR
Colored Pencil on Sketch Book
2015
 
I JUST ATE
Colored Pencil on Sketch Book 
2014

 TERSENYUM SAJA
Watercolor on Reeves Watercolor Sketchbook
2016

SILENTLY, I'M WATCHING YOU
Mixed Media on Canson Paper
2016


Entah sejak kapan, tapi yang pastinya melukis harimau selalu menjadi kesenangan tersendiri bagi saya. Sejak 3 tahun yang lalu, terhitung sudah sekitar 5 lukisan harimau yang saya selesaikan. Entah kenapa, setiap kali kehabisan ide untuk melukis, saya selalu beralih pada harimau. Mungkin karena warnanya yang terang dan kontras. Mungkin karena coraknya yang unik. Entahlah

Melukis harimau tidak selalu mudah. Fitur wajah dan tekstur bulunya harus betul-betul diperhatikan. Di sisi lain, corak dan totolnya selalu menjadi bagian yang menarik untuk dilukis. Perpaduan warna untuk melukis harimau juga selalu menyenangkan dan menantang. Biasanya, saya selalu mencampur warna kuning, coklat dan orange untuk wajahnya. Tidak mudah untuk membuatnya berpadu dengan indah, karena biasanya saya memakai cat air. Terlalu banyak cat kuning akan membuatnya terlihat seperti matahari. Terlalu banyak warna coklat akan membuatnya terlihat manis. Terlalu banyak warna orange akan membuatnya terlihat menyeramkan.Warna-warna terang ini akan berpadan begitu indah dengan corak totol hitamnya dan bulu warna putihnya.Mungkin itu sebabnya mengapa saya begitu suka melukis harimau. Mereka indah. 

Majestic. Almighty.

Orang mungkin berkata, singa itu raja hutan. Bagi saya, penguasa tertinggi di hutan itu harimau. The Almighty Tiger.


Membuat keputusan yang salah itu tidak sulit. Menjalaninya? Itu sulit.
Menyesali keputusan yang salah itu mudah. Melupakannya? Itu sulit.

Hanya butuh waktu 1 hari bagi saya untuk memutuskan menuntut ilmu di tempat yang saya benci. 
Butuh waktu 3 tahun menjalaninya. Butuh waktu 5 tahun menyesalinya. 
Dan, butuh waktu 6 tahun ditambah ratusan air mata yang terbuang sia-sia, untuk melupakannya dan berdamai dengan diri sendiri.

Saya lelah. Mungkin memang sudah saatnya menyerah. Menyerah menjadi budak masa lalu.

Karena mungkin, tak selamanya yang saya benci itu salah. 
Tak selamanya yang saya jalani itu harus disesali. 
Dan tak selamanya air mata yang terbuang itu sia-sia. 
Tak apa, 6 tahun itu mungkin adalah proses. 
Proses membentuk diri sendiri menjadi manusia yang menatap masa depan.
 Dengan kepala yang mengarah ke depan. 


a capture from my Instagram account @meylinamanurung  


I'm officially moving forward. To a better future. To a better me.





Sayang, kamu tahu? Terkadang, kamu begitu lelah. 
Sering berpikir bahwa semesta tak pernah mau bekerja sama. 
Terkadang, kamu tak mengerti. 
Apa yang sebenarnya kamu hidupi? Apa hidup yang kamu jalani?

Hidup tidak susah, sayang. Kamu saja yang terkadang memang sering menyusahkannya. 
Berpikir terlalu panjang. 
Khawatir dengan hal yang sebenarnya tak nyata. 
Lelah akan pikiran bodohmu sendiri.

Tersenyum saja, sayang. Kamu tidak lelah. 
Semesta pun sebenarnya sedang bekerja sama denganmu. 
Kamu saja yang mungkin belum mengerti. 
Hidupilah hidupmu. Berbahagialah. Tersenyum saja, sayang!


a capture from my Instagram account @meylinamanurung

Mengenai Saya

Half Time Government Employee | Half Time Artist